Paradox Politik Blusukan: Aktivis dan Masyarakat harus Kritis dan Analitas

Penulis : DLS

Ambon, 05 September 2025

Dalam beberapa periode belakangan ini, praktik politik blusukan sering digunakan oleh para politisi/pejabat publik. 

Tujuannya yakni, menggambarkan citra diri sebagai pemimpin yang dekat dan peduli terhadap penderitaan rakyat. Tetapi juga, mencuri simpati dari masyarakat untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas politik. 

Seyogyanya politik blusukan menampilkan dua sisi yang paradoksal antara niat kepemimpinan yang benar-benar tulus melayani dan pencitraan politik. 

Pada prinsipnya konsep birokrasi modern harus berjalan secara rasional legal-formal. Dalam kerangka ini blusukan menjadi koreksi terhadap kelemahan birokrasi. Namun jika berlebihan justru akan mereduksi peran institusi ke individu pemimpin. Dalam hal ini masyarakat akan terjebak pada pola penilaian birokrasi berdasarkan figuritas pemimpin bukan institusinya. Tentu ini bertentangan dengan konsep birokrasi rasional legal-formal. 

Dalam era masyarakat digital yang mengintegrasikan ruang virtual sebagai ruang publik. Nampaknya politik blusukan menjadi _symbol capital_. Kehadiran pemimpin di tengah-tengah problem masyarakat kerap disponsori oleh kamera, media online dan media masa lainnya. 

Perspektif yang terbangun bukan saja solidaritas dalam aksi, melainkan citra politik. Dengan demikian, blusukan berpotensi menjadi ideologi dominan untuk memperoleh legalitas masyarakat dalam rangka mendukung citra politik figuritas pemimpin. Bukan menjadi solusi praksis dan struktural. 

Di era disrupsi saat ini politik blusukan akan memiliki pengaruh lebih besar ketimbang substansi kebijakan dalam mengatasi masalah masyarakat. Artinya, melalui blusukan secara simbolis mengesankan kehadiran pemimpin di tengah kompleksitas permasalahan masyarakat. Akan tetapi secara substansi tidak menyelesaikan masalah, semisal kebijakan politik yang tidak berpihak pada masyakat adat, korupsi berjemaah yang dilakukan oleh para pejabat, inefisiensi dan lemahnya tata kelola birokrasi, serta masalah transparansi dan akuntabilitas. 

Lebih ironisnya lagi, politik blusukan dipakai untuk menutup mata masyarakat dari boroknya birokrasi dan kebijakan politik. Masyarakat diilusikan oleh kehadiran pemimpin sebagai super hero yang mengerti penderitaan masyarakat yang hadir untuk melayani. Tetapi dibalik itu kebijakan struktural dan tata kelola birokrasinya hancur lebur. 

Oleh karena itu dalam konteks demokrasi di era disrupsi saat ini. Para aktivis dan masyarakat harus memiliki daya kritis dan analitis untuk melakukan penilaian secara objektif terhadap tata kelola birokrasi dan kebijakan politik. 

Tidak terpengaruh dengan politik blusukan yang menjadi tren di kalangan politisi/pejabat publik. Agar dengan demikian, tidak terjebak dengan ilusi kepemimpinan super hero dan melayani yang dibungkusi dengan gaya blusukan. 

Tetapi mampu menerawang secara teliti, apakah tata kelola birokrasi sudah baik, transparan dan akuntabel? 

Apakah kebijakan politik tepat sasaran dan menjadi solusi dalam mengatasi problematika masyarakat? 

Ataukah sebaliknya tata kelola birokrasi dan kebijakan belum berpihak pada pembangunan masyarakat, masih hanya dirasakan oleh sekelompok orang saja. 

Demikian!...


Post a Comment

Kalau Ingin karya anda di muat pada halaman "Kawan Berpikir" segera kirimkan tulisan anda pada email kami di kawanberipikir@gmail.com, "nama penulis akan selalu kami sertakan", karena karya anda sangat bermanfaat pada kemajuan literasi kedepanya, terima kasih atas partisipasinya. salam literasi.

Previous Post Next Post
https://www.youtube.com/watch?v=3vuGHbp6MtM&ab_channel=Kawanberpikir

Contact Form