SELASASTRA: Dengar Puisi



Selasa 06 mei 2025, Komunitas Kawan Berpikir kembali dalam rutintinas Selasastra, dengan agenda kali ini “Selasastra: Dengar Puisi” bertempat di Kudamati - Trotoar Caffe, bersama ke-12 Kawan-kawan yang mungkin belum beruntung disebut sebagai Penyair. Namun, syair-syairnya dengan berani, jujur, bahkan terlalu tulus menceritakan tentang orang terdekat, orang tersayang, orang yang memberi terang sekaligus gelap agar menjadi cahaya bagi mereka yang termarjinalkan. Seperti membaca mantra, puisi-puisi ini terbukti manjur menyembuhkan kepada siapa saja. Semoga berguna bagi yang membaca, dan berarti bagi yang mengerti...

Berikut 12 Puisi tersebut: 

 

01. PUAN TRI KATERINA

Penulis : Blrose

06 mei 2025 

 

Katerina, perempuan sejuta alasan

Katerina, perempuan dengan mata indahnya

Katerina, perempuan dengan senyumannya yang menawan

Namun, yang dalam bisu menjadi pilu.

Engkau bagaikan bunga sesekali harus layu, terluka

Berhias kisah paling cela, biar kelak mekar ada artinya

Kini, dari mata indah mu telah kau petik bunga benih matamu yang terdahulu

Setelah dengan tabah kau menata hancur mu sendiri,

Kau membagi satu persatu putik senyummu kepada

Alam, matahari, bulan dan kepadaku yang jatuh cinta

Dengan caramu bangkit.

Katerina, kepadamu ku ucapkan terimakasih

Sebab kau seperti angin yang tak bernegosiasi pada daun yang gugur...

Dan bagaikan terik yang tak tawar-menawar pada keringat dan kau adalah hujan yang tak menyamar terlalu lama

Sebagai awan hitam. 

 

 

02. Tidak ada Cahaya untuk Si Buta

Penulis : Hujan Bisu

Sabtu 12 april 2025 

 

Cahaya itu apa?

Menerangi hanya kemampuan bagi dia.

Yang memiliki hati 

 

Cahaya membuatmu

Beda nurani dan tirani 

 

Apakah Si Buta huruf tidak

Terterangi?

Bila tidak, mengapa tak

Kau terangi!

Penjajah dan perbudakan membawa kegelapan

Hidup penuh ilusi 

 

Ilusi

Ilusi

Ilusi

Ya, ilusi 

 

Seolah trik sulap dari sang

Pesulap yang menipu

Pandangan dalam takdir-takdir palsu

Tangan manusia yang mati hati?

Si Buta huruf dipaksa oleh

Keadaannya menjadi merasa pandai,

Hidup dalam ilusi dan mimpi tak berarti 

 

Tak perluh buku, tak perlu baju

Ditiduri kebodohan dan kebuasan

Tak terperih 

 

Kamu bodoh, wahai buta 

 

Tak perluh kau pandai bicara

Biar ilmu ditangan kami,

Dan kau hidup jadi menderita

Dibawah kendali kami

Wahai cahaya, terangi

Siapa saja yang buta meski Ia

Tak melihatnya.

 

 

03. Awal..

Penulis : Raincafela

Ambon, 13 april 2025

 

Beta kira katong dua akan menjadi awal yang seng pernah usai

kalo se tanya kanapa beta seng kombali

Baca saja kalimat kedua paragraf pertama

 

Katong bukan rasa yang salah

Tapi cinta di waktu yang salah

Meredup tanpa kata

Berakhir tanpa jumpa 

 

Pernah beta pung cinta berlari tanpa alas kaki

Waktu se memilih pigi

Biar duri tatikam di ujung kaki

Beta seng kas biar rasa ini mati

 

Tapi maaf beta su lupa rasa itu

Akang su takubur sama-sama deng ale pung kenangan

Setelah senyuman ini akang rapuh bakarat 

 

Casanova jua tau ale pung cinta su jauh

Seng perlu hilang beta seng akan datang

Seng perlu pergi beta su mundur

seng perlu berlari beta su berhenti 

 

Cuma beta deng pena sa

Yang rangkai kata tapi ucap rindu yang sambunyi

Biar kata-kata patah dada hapus rasa

Mungkin lebih baik menghilang.

 

 

04. Aku dan sepi

Penulis : edelweis

Bumi, 2025 

 

Aku adalah mereka yang pandai tersenyum, tertawa dan mungkin bahagia.

bahkan bertatap dan menjumpai beribu bola-bola mata

Aku tak ragu sekalipun.

Namun tidak dengan katong mata, yang terus menampung air-air mata kejujuran

Dari palung hati yang paling dalam.

Tentang dia

 Atau sepi yang ku ciptakan tanpa dia?

Aku tak tahu. 

 

Mungkin aku adalah sepi yang berkawan baik

Semenjak DIA tidak lagi menjadi orang yang ingin kujumpai

ketika kedua bola mataku mulai malu untuk melihat DIA.

Aku adalah sepi. 

 

 

05. Lara

Ambon, 6 Mei 2025

Penulis: Lonely Wolf 

 

Seseorang pernah berkata kepadaku :

"Adinda kamu harus kuat, bunga yang indah tercipta dari proses panjang

dan hal itu tak terjadi tanpa rasa sakit. Nala yang kuat dapat memeluk lukanya sendiri" 

 

Seketika kemarau panjang di wajahku

Hujan terlalu malu untuk basahi pipi

Matahari telah terbenam 

 

Menanti secerca cahaya harapan

Penuhi palung hati yang kosong

Jauh disana bertanya?

Akankah pelangi itu selalu hadir, dikala badai telah usai ? 

 

Diri ini mulai belajar berjalan dengan tertatih

Melangkah walau tak pasti

Harapku memeluk hati 

 

Simpul senyum menjadi pengobat lara

Jalan panjang ku susuri tanpa alas kaki

Terkadang terantuk batu, terjatuh dikala lara kian membara 

 

Waktu memaksa untuk dikejar

Tak peduli kau sanggup atau tidak

Detik-detik terakhir menjadi duka

Namun lahir pula suka tak terkira

Ikhlas menjadi pilihan serta lara bak kenangan 

 

Entah akhirnya impian lahir kembali sebagai Mawar, Melati atau hanya semak belukar

Hanya waktu yang dapat menjawab.

 

 

06. Manusia ooo

Penulis: @rabikekaituale

Selasa, 06 mei 2025 

 

Sia rani sia selu

Sia mata sia rani

Di dalam luka

Di dalam duka

Barangkali ada ruas-ruas tangan.

Ada sapu-sapu balakang.

Suara-suara itu, kuat sambunyi muka.

Sambil sio manne

Lepa maneane. 

 

Sudah lama sekali hatinya tersayat.

Barangkali ada air mata

Masing-masing dan jiwa mencicipinya.

Kini para pecinta sudah meelupakan

Wajah kekasihnya.

Nine sekarang sudah usai.

Matanya sudah terbuka.

Setelah air mata membasahi

Lukanya. 

 

 

07.

Penulis : Pelukis Sajak

Tepi Jalanan, 06 mei 2025 

 

Para pembesar dengan batang nafsu besar

Telah bermain hompila hompimpa

Gadis-gadis kami hilang perawan

Pada malam cukardeleng, tetapi hakim buta huruf 

 

Ibu kandung kami bernama Maluku

Ibu kandung kami dikasih telanjang

Tusuk kondenya dipakai untuk tikam mata susu

Air susu campur darah, itulah yang kami minum 

 

Tuan dan puan jubah hitam

Mata hitam, pasal-pasal hitam

Kalian cuma bisa makan uang-uang hitam

Di bawah kibar bendera hitam tengkorak putih 

 

Sadarlah, wahai ibu-ibu hukum dan bapak-bapak hukum

Cepatlah siuman, dan jangan mabuk lagi

Jangan isap candu lagi

Sebab mabuk sopi lebih mulia daripada mabuk hukum.

Sadarlah, wahai ibu-ibu hukum dan bapak-bapak hukum

Ingatlah, pada suatu hari nanti

Ada pengadilan terakir dengan satu hakim tunggal

Dia akan bertanya tentang palu sidang di tanganmu 

 

Maafkan daku, duhai dewi keadilan

Mana lenso yang tutup dua biji matamu

Mana pedangmu, mata timbanganmu

Catatan ini, cuma coret-coret di dinding pengadilan. 

 

 

08. PENGUATAN UNTUK NONA

Penulis: -AKAWA- 

Ambon, 06 mei 2025 


Hai nona,

Kabar mu dihari ini bagaimana?

Adakah suka sukacita?

Atau ditemani sunyi dan air mata?

Bahkan sampai menipu dunia

Dengan gelak tawa.

Ya, semuanya tergantung realita. 

 

Kau tau nona,

Hitup tampa masalah hanya ada dalam khayalan semata

Karna tujuan yang indah, tidak diraih

Dengan jalan yang mudah.

Semuanya harus berlinang air mata

Bahkan sampai berdarah-darah,

Semuanya tak gampang nona,

Semuanya tak gampang seperti membalikkan telapak tangan

Semuanya tak didapati dengan instan. 

 

Jalan-jalan yang kau lalui, itu masih panjang

Masih banyak halangan dan rintangan yang menantimu di depan.

Masih banyak kerikil tajam yang melukai kakimu saat berjalan,

Akan menjaddi ribuan sakit yang mendampingi pada setapak kehidupan.

Saat kau lelah dalam berjalan,

Istirahatlah untuk memulihkan tenaga

Tapi jangan menyerah.

Ingat semesta tidak peduli dengan susahmu

Tapi melihat hasil dari perjuanganmu. 

 

Nona

Aku harap kau tak rapuh, tak mudah patah

Dan tak mudah menyerah.

Tetap hidup, untuk menjalani realita. 

 

 

09. DI SUDUT KAMARKU

Penulis : Jaket Lusuh

Ambon, 04 mei 2025 

 

Di sudut kamarku

Ku duduk dengan bukuku

Segelas kopi, dan rokok sebatang

Merenungkan kemana...

Kemana Arah yang pasti

Ke sana atau ke situ. 

 

Buku dengan lembar yang belum usai

Kopi dengan pahit yang tak selesai

Rokok dengan asap yang menggulung sepi

Menemaniku dalam hujan yang jatuh

Di bawa malam berselimut sunyi 

 

Keheningan yang memenjarakan

Menggenggam rencana yang rapuh

Seperti tetesan hujan di depan mata

Menggoda untuk di kejar,

Namun tak pernah sepenuhnya terbaca. 

 

Seperti apa rupa tujuan itu

Ekspetasi dari orang lain

Atau bayang-bayang impian masa kecil.

Yang hilang di makan waktu

Bagaikan hujan deras yang berhenti

Tampah aba-aba yang pasti 

 

Mimpi-mimpi yang omongkosong

Rencana yang kosong tak ada isi

Menjadi pelajaran yang pasti

Bahwa tujuan di kepala kosong

Takkan adda arah yang berarti 

 

Ribuan tetesan hujan terjun

Bebas tak takut ketinggian

Mengalir terus membasahi jalan-jalan panjang

Kemungkinan masa yang akan datang 

 

Tetap tegar berdiri menerjang

Badai ekspetasi gelap

Bagaikan langit pembawa hujan

Yang tak mudah di prediksi 

 

Hai jiwa-jiwa yang bertahan

Jadi lah sombar ketenangan

Bagi kita yang mencari ketenagan.

 

 

10. Tanda Tanya ?

Penulis : @Kepelsaimo

Bagada, 06 mei 2025 

 

Kekasih, hari ini ku akan berikan suatu

Jawaban kepadamu.

(kekasih termangu, raut wajahnya

Seperti bertanya-tanya)

“jawaban untuk pertanyaan yang mana, tuan?”

Timpalnya terheran-heran. 

 

Untuk kalimat yang selalu kehilangan

Tanda tanya saat kau berbicara,

Namun terlebih dahulu menyeberang

Ke dadaku-tanda tanya pun. 

 

“sesungguhnya pria sangat mahir dalam

Membaca gerak mata wanita”.

 

 

11. Hujan dan Luka Bulan Desember

Penulis: Upu-Lanite

Ambon, 18 Desember 2024 

 

Selamat datang musim hujan

Mintaku pada semesta

Kepada yang sakit, semoga cepat pulih 

 

Kepada pekerjaan yang tertunda

Karena hujan semoga cepat tuntas 

 

Kepada kamu,

Hujan di luar membasahi tanah,

Kenapa pipi mu ikut basah? 

 

Rintikan hujan berjatuhan pada tiap harapan

Basah, kedinginan terlukis menggigil

Di persimpangan jalan. 

 

Luka itu terus kubawa lari

Bahkan abadi bersama sajak dan puisi

Meski kebahagiaan kau sudah miliki

Lalu mengapa, kepadaku luka itu

Terus kau benci? 

 

Dua tahun yang lalu

Setelah kau putuskan untuk datang

Desember luka itu aku temui

Dan kepada tahun ini

Luka itu masih saja abadi

Terimakasih desember atas segala cerita;

Pahit ,asam, manis, selalu terkenang

Dan semoga kau temui lagi untuk kedepan

Berharap datangmu hadirkan ketenangan!... 

 

 

12. Bintang Jatuh

Penulis : Bunan

Ambon, 26 juni 2024

 

Sama deng angin bikin Beta

Badan lombo,...

Ale pung senyum bikin Beta

mabo,...

bulan deng bintang Beta kasi

sanang rindu,...

catatan hati berpuisi untukmu,... 

 

sio memang Ale, Bet sungguh

mati,...

su seng bisa pindah ka laeng

hati,...

semga saat ini, bukanlah sesaat,...

tapi akhir dari seluruh riwayat,... 

 

berharap dilepaskan,...

genggaman yang telah

dieratkan,...

puja-puji setia dan taat,...

kaulah amin di Beta pung

syafaat,... 

 

awal bajumpa saling tatap

niasa saja,.

Ale pung senyum ubah

Segalanya,.

Saling menyapa lahirkan restu,.

Telah kumiliki bintang yang

Jatuh,... 

 

Sio memang Ale, Beta sungguh

Mati,...

Semoga saat ini, bukanlah

Sesaat,...

Tapi akhir dari seluruh riwayat,... 

 

Berharap jangan dilepaskan,...

Genggaman yang telah

Dieratkan,...

Puja-puji setia dan taat,.

Kaulah amin di Beta pung

Syafaat,...


Post a Comment

Kalau Ingin karya anda di muat pada halaman "Kawan Berpikir" segera kirimkan tulisan anda pada email kami di kawanberipikir@gmail.com, "nama penulis akan selalu kami sertakan", karena karya anda sangat bermanfaat pada kemajuan literasi kedepanya, terima kasih atas partisipasinya. salam literasi.

Previous Post Next Post
https://www.youtube.com/watch?v=3vuGHbp6MtM&ab_channel=Kawanberpikir

Contact Form