Pada jendela langit, aku Menggores kenangan hingga berdarah-darah lalu ku temukan kau; Biru
Risau ketika kau menangis, sambil melambaikan tangan untuk pulang, dan aku yang sakit ketika kau jatuh bersama pelukan jingga senja itu.
Aku duduk sendiri, melihatmu meloncat-loncat di tepian pantai sore itu, dengan gembiranya kau hingga membohongi sebagain makhluk yang berkediaaman di bumi tempat sunyi mengembara.
Aku melihat kau berbohong dengan dialektikamu, atau percakapan manis yang sering kau gunakan untuk masuk dalam sebua luka tak bertepi.
Namun apa boleh buat? Jika aku sudah mengetahui kediaman kebohongganmu.
Jadi jangan berbohong lagi,bilah sebagain besar lukamu masi terlihat pada bola matamu yang sekali-kali meneteskan kenangan pahit yang kau paksakan untuk manis.
Kenapa bisa begitu?
Negeri lama, 31 Oktober 2020
Sionselfanay
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete