Melihat UKIM, ”Kampus Orang Basudara” Sudut Pandang Sakral Dan Profan

 

 

Penulis: Salmon Ulate

SC Kawan Berpikir, 05 Mei 2024


Di penghujung hari Bulan April, seperti biasa Komunitas Kawan Berpikir selalu aktif dalam melaksanakan kegiatan mingguan (Selasastra) dengan tempat yang sedikit berbeda yaitu Student Center GMKI Cabang Ambon jln. Siwabessy 26, pengurus cabang selaku tuan rumah menerima kehadiran kami dengan baik. Pada acara kali ini, pemantik diskusi kawan kami Onisimus Masela yang notabene merupakan mahasiswa Fakultas Teologi memaparkan topik seputar kampus UKIM sebagai 'Kampus Orang Basudara'. Pemantik mencoba mengaitkan Sakral dan Profan, sebagai bagian yang harus dijaga kesakralannya.melihat jalanya diskusi Terperangkap api semangat jika Mahasiswa UKIM berdiskusi dan saling bertukar pikir mengenai kampus kebanggaan mereka apalagi Selasastra kali ini dihadiri oleh Mahasiswa dari berbagai komisariat lingkup UKIM, seperti: Komisariat Teologi, Ilmu Komputer, Kesehatan, dan  Ekonomi.

Selasastra diawali dengan setiap orang yang berpartisipasi membaca buku kemudian menceritakan sekilas mengenai isi yang tertuang dalam buku-buku tersebut, entah itu berupa Buku Religi, Cerpen, Novel, Puisi, dll. Kata orang ‘Buku adalah jendela dunia’, maka  sayang sekali jika kita tidak membaca buku, andai kata membaca buku adalah sebuah perjalanan kesana kemari menuju dunia yang antah berantah,  jadi kapan lagi baru kamu mau  membaca buku. Waktu untuk membaca kurang lebih 20 menit, terlalu sedikit untuk kita yang menikmati waktu sembari bernyanyi bersama.

Sebelum para peserta yang hadir saling bertukar pikiran, terlebih dahulu pemantik diskusi membahas sekilas mengenai apa itu profan dan apa itu sakral. Menurutnya profan adalah sesuatu hal yang biasa-biasa saja, sepertinya cinta bukanlah profan sebab cinta tidak bisa dikatakan sebagai hal yang biasa saja melainkan pemberian dari yang Kuasa. Sedangkan sakral adalah Kesucian, Kekudusan, Keramat, dan masih banyak lagi yang berkaitan dengan sakral. Mircea Eliade, mencoba untuk menggabungkan profan dan sakral sebab ada keterkaitan antara kedua konsep tersebut sehingga jika seseorang berbicara mengenai profan maka tentu juga orang itu berbicara mengenai sakral. Sedangkan, Emile Durkheim justru mempunyai pandangan yang berbeda dari Eliade. Durkheim mengatakan bahwa konsep profan dan sakral harus dipisahkan sebab sakral menunjuk pada sesuatu yang bersifat suci, ketuhanan, dan berada di luar jangkauan alam pikir manusia, sementara itu profan merupakan dunia nyata, dunia kehidupan sehari-hari yang berada dibawah kendali manusia.

Dari kedua pandangan diatas, pemantik melihat profan dan sakral sebagai sebuah bagian integral yang tidak bisa dipisahkan, jika kita melihat pada tema diatas kampus orang basudara yang juga bagian dari eksistensi diri sabagai suatu identitas berkampus UKIM untuk itu perlu dijaga, dirawat, dan juga dipelihara kesakralannya. Namun pemantik terus memantik api dengan caranya sendiri karena melihat fenomena ditengah-tengah eksistensi kampus orang basudara banyak sekali terjadi polemik di kalangan mahasiswa UKIM. Untuk itu jika melihat pada pandangan Mahatma Gandhi, dia mempertegas bahwa semua manusia bersaudara artinya yang membedakan hanyalah suku, agama, dan ras namun pada hakekatnya kita semua sama.

Maka dari itu, pemantik memainkan puncak-klimaksnya dengan bertanya: apakah kampus orang basudara perlu dipertahankan? jika ya berikan alasan dan jika tidak berikan pula alasan. Ada yang memakai pendekatan ilmiah ada juga yang menggunakan pendekatan harafiah. Namun ditengah berjalannya diskusi, pemantik melihat adanya kontradiksi, sebagian memakai pandangan pragmatis, sebagian juga memakai pandangan dilematis. Pemantik merasa bahwa kami yang berdiskusi tidak ada pada tahapan kesimpulan agar ada dalam paradigma berpikir paradoksal.[1] Oleh karena itu, diskusi yang dibangun berdasarkan pertanyaan diatas mampu membawa kami berada pada titik dialektika sebagai jalan keluar untuk mendamaikan kedua pandangan tersebut.     

 



[1]  Paradigma Berpikir Paradoksal merupakan sebuah upaya untuk melengkapi kontradiksi. Reza Wattimena, Majalah Basis

Post a Comment

Kalau Ingin karya anda di muat pada halaman "Kawan Berpikir" segera kirimkan tulisan anda pada email kami di kawanberipikir@gmail.com, "nama penulis akan selalu kami sertakan", karena karya anda sangat bermanfaat pada kemajuan literasi kedepanya, terima kasih atas partisipasinya. salam literasi.

Previous Post Next Post
https://www.youtube.com/watch?v=3vuGHbp6MtM&ab_channel=Kawanberpikir

Contact Form