Perempuanku adalah rahim semesta, Ia yang melahirkan rasa, Ia yang menjadikan kita ada, Ia adalah alasan kenapa semesta di ciptakan. Ia adalah kekuatan dalam sebuah perjuangan tuk mencapai kemerdekaan.
Perempuan ku adalah dia yang kalah pada mereka yang berkuasa, Ia yang ingin menari di bulan Januari namun hatinya masih teriris oleh luka yang belum terobati, Ia yang ingin bersinar bersama mentari pagi namun kadang tuan dan puan menghalangi.
Perempuan ku adalah dia yang menjelma menjadi Indonesia, Ia adalah darah yang berubah keringat jatuh di pinggiran jalan hilang tak tau arah, entahlah inikah perempuan ku yang merdeka? atau dia yang masih kalah pada mereka?.
Perempuan ku adalah rindu yang sudah membiru, Dia yang sudah bosan menunggu dari dulu, berharap agar anak-anaknya merdeka sebelum Ia tutup usia, dan mungkin Ia bisa melihat dan tertawa serta mengeluarkan air mata kebahagiaan untuk terakhir kalinya.
Perempuan ku adalah dia yang telah menjadi sunyi akibat sepi mengahapiri, dia yang tak tahan lagi dengan setang-setang yang selalu menghantui, memaksanya melayani, menjual harga diri, dan menghianati ibunya, demi kepuasan mereka.
Perempuan ku adalah dia yang di cacimaki oleh laki-laki banci, yang telah menguburnya bersama mimpi-mimpi dan mengaduk-aduk hati dengan janji-janji yang sudah basi, di atas patahan jiwa-jiwa yang kalah oleh mereka yang memiliki kuasa di negara yaitu Indonesia.
Perempuan ku adalah dia yang kalah, mengalah, akibat terpaksa, yang rela menjual harga diri demi nasih orang-orang pinggiran, dia yang rela memendam rasa sakit di antara banyak tanda tanya.
Perempuan ku adalah dia yang memilih tak bersuara walau hatinya terluka.
.
~Daud. Madidi
~Galala 12 Januari 2021.
~(ket foto, @Usi Ika Lattu).