Tepat 13:10 masih sama dalam pelukan. Waktu Indonesia Timur (WIT), Aku berdiri di pinggiran jalan panjang menatap lajuhnya modernasi yang menyaksikan macetnya pendidikan sepanjang jalan dengan sistem yang tak sistematis namun paksa jadi artis.
Pukul 13:15 Angka yang di tunggu-tunggu!
Aku beranjak dari lelahnya; menunggu dan berdiri, memilih naik di dalam satu kendaraan beroda empat, atau yang lebih di kenal dengan TAKSI, yang sering kali membuat aksi di jalanan, tanpa pikir mati atau hidup, Semua itu bergantung pada takdir, katanya!!!
Yang memberanikan diri Menyaksikan malaikat maut menari-nari di jalanan.
Di dalam perjalanan panjang yang menguras tenaga hingga terkuras, aku pun tiba tepat 14:00 yang sedang berpelukan erat dengan ramainya Pelabuhan Liang, yang hampir hilang dari tatapan, tempat; pulang dan ulang, menjadi saksi atas kelelahan yang tak perna mengaku kalah atas ketakutan akan gagal, yang aku tenggelamkan di dalamnya laut seram.
Sebab suara keyakinanku berkata bahwa: Sejatinya Pendidikan adalah: Nafas Hidup Anak-anak Desa, yang selalu mendesak untuk di berikan makanan pengetahuan, dan minuman didikan tentang moral, serta loyalitas, agar menjadi tahu bagaimana menjahit ranjang pendidikan yang bolong menjadi mata cita-cita yang cerah di masa depan.
~Liang-Waipirit, 17 Januari 2021
~Sion Selfanay
#savependidikan