Petani di Maluku dengan kapasitas dan kualitas yang rendah terutama dalam menguasai pengetahuan di bidang pertanian secara luas akan sulit berkembang menghadapi tantangan zaman dengan kompetisi yang sangat ketat, dimana perkembangan dunia usaha di bidang pertanian sudah sangat maju dan berkembang dengan teknologi yang sudah maju dan berkembang pula.
Kondisi geografi Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan berbeda dengan wilayah kontinental, terutama luasan ketersediaan lahan untuk mengembangkan suatu usahatani yang intensif. Iklim yang seragam dan cuaca yang bervariasi dari pulau ke pulau, juga jenis tanah dengan sifat yang erodible dan tingkat kesuburan rendah, mudah tercuci dengan ketebalan tanah yang rendah. Semua faktor ini merupakan kendala sebagai faktor pembatas dalam pengembangan usahatani secara komersiil di Maluku.
Petani di Maluku menurut kebiasaan dan tradisi merupakan petani yang bekerja secara alami meneruskan pengalaman dari generasi ke generasi. Pembukaan lahan usaha tidak dilakukan serentak dengan luasan besar tetapi dibuka secara bertahap sesuai kemampuan rumahtangga petani. Umumnya mereka membuka lahan baru dengan menebang hutan seluas setengah sampai satu hektar. Lahan dibersihkan dengan cara membakar kemudian mulai ditanam pada hujan pertama dengan tanaman semusim atau tanaman setahun yang selanjutnya berkembang menjadi kebun campuran yang terdiri dari jenis tanaman semusim, tanaman setahun dan tanaman tahunan. Petani memperkirakan musim tanam berdasarkan kebiasaan pendahulunya menurut perkiraan jatuhnya hujan dan musim kemarau di wilayahnya. Pola usahatani seperti ini bersifat subsisten hanya untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga petani terutama kebutuhan pangan, sedangkan pendapatan rumahtangga berupa uang tunai akan diperoleh bila petani mengusahakan tanaman industri yang dapat dipasarkan. Pemasaran hasil-hasil pertanian juga merupakan salah satu faktor kendala bagi petani untuk meningkatkan produksinya secara berlebihan.
Berdasarkan berbagai permasalahan yang dikemukakan di atas maka orientasi usahatani dari petani di Provinsi Maluku harus mempertimbangkan secara serius berbagai faktor kendala yang menghambat ataupun berbagai faktor yang mendukung suatu usahatani secara komersiil menguntungkan tetapi juga pertimbangan dan manfaat secara ekologis harus dimasukkan sebagai faktor penting dalam usahatani di wilayah kepulauan. Orientasi usahatani dari petani di Maluku seperti yang sudah dicontohkan oleh pemerintah penjajahan Belanda, sebenarnya sudah mempertimbangkan manfaat ekologi dari usahatani dengan membuka lahan tanaman perkebunan dengan pola tanam ganda beberapa jenis tanaman pohon yang selalu hijau dan menutup seluruh areal pertanian sehingga dari sisi ekonomi memberikan profit, dan juga dari sisi ekologi memberikan manfaat terhadap konservasi dan pelestarian lingkungan hidup.
Selain orientasi usahatani pada kondisi dan faktor lingkungan, penerapan agribisnis dalam agroekosistem pertanian lahan kering di pulau-pulau kecil dilakukan dengan berfokus pada pasar, sehingga petani tidak dirugikan dengan terjadinya produksi melimpah pada satu waktu tertentu tanpa jaminan dan ketersediaan pasar Penerapan prinsip prinsip agribisnis memungkinkan petani dapat berproduksi secara berkelanjutan dengan kualitas produk yang meningkat dari waktu ke waktu. Penerapan prinsip agribisnis adalah penerapan keseluruhan rangkaian pertanian komersial yang mencakup:
Pengadaan dan pendistribusian sumberdaya, sarana produksi dan jasa;
Kegiatan produksi pertanian;
Penanganan, penyimpanan dan transformasi hasil;
Pemasaran hasil dan hasil olahan
Usaha pertanian di pulau-pulau kecil perlu juga menerapkan pola pertanian dengan input luar kecil seperti yang dianjurkan dalam prinsip-prinsip ekologi dasar dari LEISA (1992), prinsip tersebut dikelompokkan dalam upaya:
Menjamin kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman, khususnya dengan mengelola bahan-bahan organik dan meningkatkan kehidupan dalam tanah;
Mengoptimalkan ketersediaan unsur hara, dan menyeimbangkan arus unsur hara khususnya melalui pengikatan Nitrogen, pemompaan unsur hara, daur ulang dan pemanfaatan;
Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan cara pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air, dan pengendalian erosi;
Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui pencegahan dan perlakuan yang aman;
Saling melengkapi dan sinergi dalam penggunaan sumberdaya genetik yang mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional yang tinggi.
Tujuan utama penulisan artikel ini adalah untuk memberikan pandangan tentang pola usahatani yang sesuai dan dapat diterapkan di wilayah kepulauan yang sebagian besar terdiri dari pulau-pulau kecil yang rentan terhadap intervensi perubahan, dan pembukaan secara besar-besaran dimana destruksi yang terjadi akan memerlukan waktu panjang untuk pemulihan. Berdasarkan pola usahatani dan sistem pertanian yang dikembangkan, maka penyiapan sumberdaya manusia pembangunan pertanian harus sama orientasinya yaitu menguasai bidang ilmu pertanian yang terkait dengan berbagai faktor pembatas dan faktor pendukung sehingga berdasarkan pengetahuan dan keterampilan petani dapat dikembangkan suatu usahatani yang tepat dan bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
SISTEM PERTANIAN WILAYAH KEPULAUAN
Pembangunan pertanian berhubungan dengan agroekosistem. Comway (1985), memberikan empat sifat yang merupakan tingkah laku penciri suatu agroekosistem, yaitu (i) produktivitas, (ii) stabilitas, (iii) sustainabilitas (keberlanjutan), dan (iv) equity (pemerataan distribusi di antara manusia. Agroekosistem di suatu daerah pertanian dapat dibedakan atas agroekosistem lahan basah dan agroekosistem lahan kering.Pulau-pulau kecil umumnya didominasi oleh agroekosistem lahan kering. Hal ini entu berkaitan dengan kondisi lingkungan biofisik dan sosioekonomi daerah kepulauan.
Menerapkan pola pertanian yang sesuai untuk Daerah Maluku tentunya mempertimbangkan faktor ekosistem dari wilayah ini, sehingga dapat mengembangkan suatu model dengan pola yang sifatnya berkelanjutan. Terbatasnya lahan datar dengan kondisi kepulauan yang terisolasi satu dengan yang lain memberi peluang untuk mengembangkan pola pertanian lahan kering dengan komoditi unggulan yang kompetitif. Wilayah kepulauan Maluku sejak zaman dulu telah dikenal dengan nama “Spicy Island”, dan telah mengharumkan nama daerah ini sampai ke seluruh dunia. Mengapa citra ini tidak kita kembalikan dan tingkatkan menjadi daerah dengan sumber daya pertanian yang unggul dalam perdagangan internasional. Sampai saat ini permintaan akan hasil bumi rempah-rempah di pasar Eropah masih tetap tinggi dan meningkat dari tahun ke tahun. Ini disebabkan komoditi yang sama sudah dapat dikembangkan menjadi berbagai ragam bahan dasar dari berbagai produk industri yang dibutuhkan oleh manusia.
Agroekosistem lahan kering di wilayah kepulauan membutuhkan beragam produk , biomassa perennial dan keanekaragaman fungsi merupakan kunci untuk melindungi dan mengembangkan sistem pertanian, agroekosistem yang secara ideal mendekati ekosistem klimaks bagi daerah tersebut. Di daerah kepulauan tropis, biasanya merupakan sistem agroforestri, yaitu daerah-daerah lebih kering di pulau-pulau kecil, sistem yang menyerupai safana dengan pohon-pohon di sana sini, semak belukar dan rumput-rumput perennial; dan di daerah-daerah yang lebih lembab, sistem yang menyerupai hutan klimaks.
Berdasarkan agroekosistem pulau, maka sistem pertanian yang dikembangkan adalah sistem agroforestri atau sistem tanam ganda(multiple cropping) tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan, yang mengkombinasikan tanaman industri unggulan dengan tanaman rempah-rempah lain di bawah tegakan. Komposisi tanaman unggulan harus dianalisis atas dasar kemungkinan profit maksimum atau optimum yang dapat dihasilkan per satuan luas secara berkelanjutan dengan memperhitungkan input-output, dan mempertimbangkan keseimbangan faktor ekonomi dan faktor ekologi.
Pemilihan tanaman sebagai komoditi unggulan selain mempertimbangkan kondisi lingkungan pulau dan permintaan pasar, hal yang sangat berpengaruh yang perlu mendapat pertimbangan adalah masalah sosial budaya masyarakat petani dimana sistem pertanian ini akan dikembangkan. Oszaer (1994), melakukan analisis terhadap kombinasi tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan lain, memberikan profit Rp 68.000.000 per tahun dari luasan lahan usahatani rata-rata 3,5 hektar, atau dengan pendapatan rumahtangga petani sebesar Rp 5,6 juta per bulan. Kombinasi tanaman yang digunakan pada saat itu adalah Tanaman Kenari/Lenggua – Kelapa-Pala – cengkeh- – kopi/kakao- jahe. Selanjutnya kombinasi kedua terdiri dari tanaman unggulan dengan menghilangkan tanaman kayu, dengan tanaman unggulan Kelapa – Pala – Kakao – Kopi – Tanaman Rempah, diperoleh pendapatan rumahtangga petani optimal sebesar Rp 80,4 juta per tahun atau 6,7 juta per bulan.
Untuk usaha sistem pertanian berskala besar dapat dikembangkan Model Agroestate, yang mengacu pada dasar perkembangan “Market Based and People Oriented”. Alternatif model pengembangan ini mengacu pada parameter sosial budaya, dukungan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana dengan memperhatikan keberlanjutan usaha. Model pengembangan ini mendasarkan usahanya pada pasar, yaitu pemenuhan permintaan pasar atas sumberdaya yang dapat diproduksi oleh petani secara berkelanjutan. Model Agroestate adalah suatu model pengembangan pertanian yang berorientasi pada kepedulian terhadap petani kecil dan penguasaan terhadap pasar. Lahan usaha di dalam agroestate merupakan mozaik dari kumpulan areal lahan rakyat seluas 3-5 hektar per petani yang terhampar dalam satu lokasi berdekatan. Apabila skala usaha yang ditetapkan berdasarkan analisis ekonomi seluas 1.000 hektar, maka pada satu unit usaha ini akan terdapat dua ratusan petani pemilik dan pengelola agroestate. Usaha kemitraan dibangun antara petani dan pengusaha agribisnis atas dorongan pemerintah.Dengan demikian perusahaan dimotori dan dimodali oleh pengusaha agribisnis yang merencanakan skala perusahaan di atas lahan pulau tertentu dengan skala usaha yang layak secara ekonomi bagi suatu usaha agribisnis. Dalam kemitraan antara petani dan pengusaha agribisnis tidak ada pelepasan ha katas tanah oleh rakyat kepada pengusaha, sebaliknya lahan milik rakyat yang dipakai oleh perusahaan dihitung sebagai investasi atau saham dari rakyat berdasarkan nilai lahan maupun tanaman yang dihasilkan. Pengusaha agribisnis menyiapkan modal, prasarana dan sarana, pendidikan dan pelatihan petani dan jaminan pasar yang berkelanjutan.
Produk agroestate dalam bentuk produksi tanaman unggulan merupakan bahan baku bagi industri pengolahan, yang dibangun oleh pengusaha pada sentra produksi. Industri pengolahan dibangun dengan skala kecil atau menengah yang disiapkan dalam klaster tergantung wilayah operasinya sehingga memudahkan dalam transportasi maupun pengiriman hasil olahan industri. Dengan demikian nilai tambah dari hasil olahan bahan baku menjadi produk setengah jadi untuk bahan industri berikutnya akan meningkat nilainya. Contohnya; Produk kelapa tidak saja diolah menjadi kopra untuk diekspor tetapi diolah menjadi minyak goreng untuk kemudian diekspor. Hal serupa untuk komoditi pala, bunga/fuli pala, kakao, kopi dan produk lain.
Berdasarkan pemikiran seperti di atas maka orientasi pengembangan pertanian di Maluku lebih jelas yakni menghasilkan produk-produk tanaman industri untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu ketahanan pangan lokal perlu dikembangkan dengan memperluas usahatani tanaman semusim dan tanaman setahun untuk menghasilkan produk pangan lokal. Tiap rumahtangga petani menyiapan minimal 1 hektar untuk penanaman tanaman pangan lokal yang terdiri dari beragam tanaman umbi-umbian, pisang, sukun, sagu yang dengan pengetahuan petani yang dimiliki dapat mengembangkan secara professional dan secara berkelanjutan. Dengan demikian angan-angan untuk swasembada beras sebaiknya tidak dipaksakan di daerah ini, mengingat biaya produksi beras di seluruh persawahan di Maluku masih mengalami defisit dalam usahataninya.
Sistem pertanian pulau-pulau kecil sepatutnya mengadopsi konsep pertanian dengan input luar rendah dan agroekologi. Konsep ini menekankan prinsi-prinsip ekologi dalam prtanian dengan menempatkan usahatani sebagai relung ekologi yang mirip dengan alam yang berupaya mencapai keanekaragaman fungsional dengan mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang saling melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, sehinga kestabilan bisa diperbaiki, dan produktifitas sistem pertanian denganinput rendah. Konsep pertanian dengan input rendah menerapkan prinsip-prinsip ekologi (Reijntjes, Haverkort, dan Waters-Bayer 1992) bertujuan untuk:
Menjamin kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman,yang menyangkut proses fisik, kimiawi, dan biologis di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh iklim kehidupan tanaman dan hewanserta aktifitas manusia. Petani harus menyadari bagaimana proses-proses ini dipengaruhi dan bisa dimanipulasi guna membudidayakan tanaman yang sehat dan produktif;
Mengoptimalkan ketersediaan dan daur unsur hara, hal ini sangat penting bagi pertumbuhan dan kesehatan tanaman yang baik dan secara tidak langsung bagi kesehatan manusia dan hewan, adalah persediaan unsur hara yang memadai dan seimbang secara tepat waktu yang bisa diserap oleh akar tanaman. Kekurangan dan ketidakseimbangan unsur hara merupakan halangan utama bagi produksi tanaman, khususnya di daerah dengan kadar unsur hara buruk atau tanahnya terlalu asam atau basa, seperti ditemukan di pulau-pulau kecil;
Mengelola arus radiasi sinar matahari, air dan udara: Tumbuhan dan hewan yang berbeda memiliki kebutuhan akan cahaya, suhu, air dan kelembaban yang berbeda. Ada tumbuhan yang membutuhkan banyak sinar matahari, ada yang lebih menyukai naungan. Beberapa lagi membutuhkan tingkat kelembaban tinggi, yang lain menyukai aliran air untuk menginduksi pembungaan, ada yang bereaksi terhadap jumlah jam terang per hari danada yang terhadap suhu;
Meminimalkan kerugian karena penyakit dan hama: Alternatif pengendalian hama yang non-kimia serta metode pengendalian hama terpadu (PHT), bertujuan menurunkan pemanfaatan pestisida kimia. Dalam konteks lingkungan usahatani dan dinamika populasi jenis hama, PHT memanfaatkan semua teknik dan metode yang cocok (termasuk biologis, genetis, mekanis dan kimia), dengan cara seserasi mungkin, guna mempertahankan populasi hama pada suatu tingkat yang berada di bawah tingkat yang merugikan secara ekonomis.
Memanfaatkan keterpaduan dan sinergi sumberdaya genetik: Perpaduan antara tanaman dan hewan dalam suatu usahatani bukan hanya suatu koleksi acak sumber daya genetik. Tiap spesies harus sesuai denganlingkungan biofisik dan sosioekonomi usahatani tersebut dan harus menunjukkan fungsi produktif, reproduktif, protektif dan sosial, atau suatu kombinasi dari semua itu.
PENYIAPAN SUMBERDAYA PETANI
1.Kurikulum Pendidikan Petani
Penyiapan petani profesional harus dimulai dari bangku pendidikan pertanian yang sekurang-kurangnya petani harus dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dasar pertanian selama periode satu tahun, dua tahun atau tiga tahun. Pendidikan ini setara dengan Diploma Satu (D-1, D2, D3). Pada bangku penddikan ini pengetahuan dasar tentang ilmu pertanian, dilengkapi dengan keterampilan dalam usahatani harus betul-betul dikuaisai petani. Pengetahuan dasar dalam ilmu pertanian adalah sebagai berikut.
Pengetahuan tentang lahan usaha:
Di bidang ini petani perlu dibekali dengan pemahaman tentang lahan usaha menyangkut letak, aspek, kondisi topografi dan kelerengan, selanjutnya adalah pengetahuan tentang tanah menyangkut profil dan kedalaman tanah batuan induk pembentuk tanah, jenis tanah, tingkat kesuburan alami tanah, sifat fisik tanah, sifat kimia tanah;
Pengetahuan tentang iklim dan musim tanam:
Di bidang ini petani akan mendapatkan penngetahuan tentang permasalahan iklim dan cuaca terutama menyangkut sifat hujan, musim hujan dan musim kering, neraca air yang terkait dengan musim tanam, ketersediaan air dalam tanah dan pengaruh iklim global dan lokal yang mempengaruhi tingkat keberhasilan tanaman pada lahan usahatani.
Pengetahuan tentang tanaman: Pengetahuan tentang agronomi berkaitan dengan mempelajari tanaman secara individu menyangkut benih dan pembenihan, persemaian, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, sifat dan perilaku tanaman terhadap air, cahaya dan tentunya teknik perawatan intensif yang perlu diterapkan pada tiap jenis tanaman tersebut.
Pengetahuan tentang pola tanam: Pengetahuan tentang pola tanam sangat penting pada pertanian di pulau-pulau kecil, karena keputusan menerapkan pola tanam yang tidak sesuai akan berdampak pada keberlanjutan usatani yang dilakukan. Karakteristik pulau-pulau kecil menghendaki penutupan lahan oleh vegetasi secara terus menerus, oleh sebab itu sistem agroforestri merupakan pilihan yang sesuai karena dapat menjamin keberlanjutan usaha. Selain itu pola tanam campuran tanaman perkebunan, juga merupakan sistem usahatani yang secara ekonomi maupun ekologi dapat diandalkan, walaupun demikian pemilihan jenis tanaman, jarak tanam dan kombinasi jenis tanaman perlu untuk dipertimbangkan secara matang.
Pengetahuan tentang panen dan pasca panen:Pengetahuan petani tentang penanganan pasca panen sangat penting terkait dengan kualitas hasil setelah dipanen, hal ini berhubungan dengan teknik pemetikan atau panen, teknik penanganan, teknik penyimpanan maupun teknik pengawetan untuk menghindari kelewat matang terutama untuk jenis yang mudah rusak setelah panen. Penanganan pasca panen juga terkait dengan perlakuan pengawetan dan pengepakan sebelum dipasarkan.
Pengetahuan tentang Agribisnis dan Kewirausahaan:Pengetahuan di bidang ini terutama untuk meningkatkan perilaku dan karakter petani dalam berusaha, karena usahatani merupakan satu unit manajemen yang harus dikelola secara komersil dan profesional oleh orang yang memahami pola berbisnis, mengenal hambatan dan kendala dalam bisnis sehingga harus memiliki mental berbisnis yang kuat dan ulet menghadapi berbagai masalah baik internal maupun eksternal. Kemampuan manajerial harus ditingkatkan melalui praktek imlementasi manajemen usahatani sehingga dengan bekal pengetahuan yang dimiliki seorang petani juga berperan sebagai manajer untuk mengelola usahataninya secara proporsional dan berhasil baik;
Rasio komponen teori dan praktek lapang: Kurikulum pendidikan Diploma difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam mengelola usahatani, sehingga kompetensi yang dimiliki berupa pengetahuan dan keterampilan yang secara praktis dapat dilakukan merupakan tujuan utama kurikulum penyiapan petani. Rasio pembelajaran teori dan praktek lapang adalah 30 : 70, dimana 30% teori merupakan pengetahuan dasar dalam usahatani, 70% pengetahuan praktis yang diserap berupa kemampuan serta kompetensi menyelenggarakan suatu usahatani komersiil dan professional.
2.Institusi Penyiapan Sumberdaya Petani
Institusi sebagai wadah untuk menyiapkan petani dengan latar belakang ilmu pertanian wilayah kepulauan adalah “Community College”. Institusi ini merupakan kepanjangan tangan dari Universitas dalam meningkatkan sumberdaya manusia di bidang vokasi. Pendidikan vokasi setara dengan pendidikan Diploma (D1; D2; D3). Lembaga ini dapat mengantarkan petani yang cerdas dan berhasil ke jenjang Sarjana dengan pengambilan kredit secara bertahap. Dalam pengertian ini petani yang disiapkan merupakan lulusan SMA dan sederajat yang dapat menuntut ilmu di “Community College” selama satu tahun, kemudian mengembangkan usahatani secara mandiri atau dalam kelompok usaha, kemudian kembali untuk mengikuti pendidikan lanjutan untuk kualifikasi D2 atau D3. Petani dengan prestasi yang baik setelah mengakiri program D3, selanjutnya dapat menempuh pendidikan Sarjana (S1), sepanjang memenuhi syarat secara akademis.
“Community College” adalah program pendidikan vokasional di bidang keahlian dan keterampilan tertentu yang dibuka dan dikembangkan untuk membantu para lulusan SMA dan sederajat dapat memasuki dunia kerja dengan terlebih dahulu mengikuti pendidikan singkat untuk menyesuaikan dan meningkatkan kompetensi sesuai tuntutan pasar kerja atau tuntutan dunia kerja yang akan digeluti oleh lulusan. Community Collegedapat dibangun di dalam atau di luar kampus utama, terutama di daerah terpencil di kabupaten yang memang memerlukan lulusan dengan kualifikasi pendidikan tertentu.
Kualifikasi pendidikan di “Community College” dapat ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan kesepakatan antara Universitas dengan pemerintah daerah kabupaten atau provinsi. Kabupaten yang menginginkan peningkatan kualifikasi aparatnya di bidang administrasi, bidang IT atau bidang keuangan dapat bekerjasama dengan Universitas untuk membuka program pendidikan dan pelatihan tersebut. Khusus untuk pengembangan Daerah Kabupaten untuk pembangunan pertanian, peternakan, kehutanan ataupun bidang lainnya dapat dibuat kerjasama yang saling menguntungkan antara Kabupaten dan pihak Universitas. Dengan demikian, maka secara terencana sumberdaya manusia di kabupaten, baik sumberdaya aparat maupun sumberdaya petani, peternak dan nelayan dapat pula ditingkatkan dengan arah yang jelas.
Lulusan suatu Community College di bidang usahatani misalnya dapat menjadi petani pionir untuk membangun usaha pertanian secara modern di suatu daerah kabupaten. Petani setelah mengikuti pendidikan D1 dapat disediakan modal usaha oleh pemerintah daerah untuk mengembangkan komoditi tertentu yang memang komoditi tersebut sudah ditetapkan sebagai komoditi pertanian unggulan di kabupaten tersebut. Adanya bantuan modal pemerintah daerah bagi sejumlah petani lulusan D1 Community College, maka dalam suatu periode tertentu daerah kabupaten tersebut sudah dapat membangun wilayahnya menjadi wilayah dengan komoditi unggulan dan dapat menjadi andalan pendapatan daerah, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Pendidikan vokasional di Community College dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah daerah dalam pembangunan wilayahnya, karena pendidikan ini akan menghasilkan tenaga kerja terampil dan mandiri dalam menciptakan lapangan kerja baru sehingga masalah pengangguran dapat diatasi secara tidak langsung.
Community College dikembangkan atas dasar kerjasama saling menguntungkan antar kedua pihak. Pemerintah Kabupaten dapat membangun kerjasama untuk menyiapkan sumberdaya manusia di daerahnya dengan Universitas yang memiliki program studi sesuai dengan kualifikasi tenaga yang diinginkan. Dalam hal ini kelas untuk pembelajaran dapat dilakukan di kabupaten yang bersangkutan, dan tenaga pengajar dari Universitas. Dengan demikian pemerintah kabupaten menyediakan fasilitas untuk pembelajaran berupa ruang kelas, lapangan praktek, bengkel, ataupun laboratorium sederhana dimana siswa dapat melengkapi pengetahuannya dengan menguasai semua pengetahuan yang bersifat vokasi. Karena orientasi pendidikan untuk menyiapkan petani professional, maka fasilitas yang perlu disiapkan selain ruang kelas, juga kebun praktek, peralatan pertanian baik mekanis maupun manual, laboratorium sederhana untuk pembelajaran benih baik secara kultur jaringan maupun konvensional. Organisasi pengelola Community Collegeberasal dari Universitas dan pengelola dari daerah kabupaten. Pembagian tugas pada lembaga ini diatur menurut fungsi dan tugas masing-masing sehingga terjadi suasana kerja yang sinergis. Lulusan Community College akan dikukuhkan di kampus universitas untuk mendapat pengesahan sebagai lulusan universitas yang bersertifikat dengan memiliki kompetensi tertentu di bidang pertanian.
Pengembangan Community College di universitas merupakan dorongan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang bertujuan meningkatkan Angka Partisipasi Kasar di perguruan tinggi di Indonesia. Universitas Pattimura sebagai perguruan tinggi negeri, mendapat tugas yang sama untuk membangun pendidikan vokasi, baik di kampus maupun di daerah kabupaten berdasarkan kerjasama yang dibangun oleh kedua pihak. Program ini telah dicanangkan oleh Universitas Pattimura sejak tahun 2009, namun implementasinya masih belum dapat dilakukan karena berbagai kebutuhan kampus yang sementara dibenahi terutama dalam upaya meningkatkan kualitas universitas termasuk sumberdaya manusia dan fasilitas pembelajaran untuk memenuhi kompetensi yang ditetapkan bagi masing-masing program pendidikan
~ Mario Kakisina(Mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian Unpatti)
~ 17 February 2020
#petanimaluku #sdmmaluku