Dalam bait puisi ini;
aku ingin tidur selamanya, bersama semua mimpi yang perna kita tanam di lahan yang kau namai cinta, kau tumbuhkan dengan janji, Entah kapan akan kita atau kau tuai hasilnya;
Dis,
Agustus membuatmu dewasa dan merdeka;Dalam merawat kewarasan dan wawasan, Alaram panjang berbunyi, terdengar keras di kepalahku, peringatan kau layangan, Namun bodohnya; aku masih melayang-layang dengan pesawat rasa ambigu itu.
Dis,
Ingin sekali jari-jariku lumpuh, hingga menulis namamu sangat dan tidaklah mungkin dalam bait-bait puisiku. Malam ini tindakan becandamu dalam bercinta, membuatku merasa bahwa kau telah membangun kongkalikong dengan Tuhan, untuk membuatku jatuh,tengelam dan mati atas nama cinta kosong;omonganmu di kala gerimis membasahi pipimu dan kau berkata;rindu.
Dalam bait puisi ini;
Aku sudah sempakat untuk tidak menyebut namamu lagi atas nama semesta, Sebab perempaun seperti dirimu tidaklah mungkin mencintai hitamnya orang Aru sepertiku ini,Dan mana mungkin kau relah di cap sebagai orang-orang kalah.
Dalam bait puisi ini;
Keresahan-keresahan yang membuatmu lelah dan bahkan bisa merengut kewarasanmu; akan aku bakar dengan cahaya kata-kata,supaya lelahmu dapat beristirahat dengan tenang, tanpa mengenangku lagi.
Tetap tenang!
Walaupun nanti nya, hatimu tidak lupa mengenangku yang tenang; Sebab kau gelisah.
Gatik, 20 Agustus 2021
Penulis: Sajak Bisu