Penulis: Giovani Walewawan
Ambon, 6 Januari 2024
Ketua Bidang I Pengkajian dan Penalaran Senat Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia Maluku
Dalam perbincangan tentang demokratisasi di ranah kampus, terbentanglah sebuah lanskap yang memperlihatkan kompleksitas interaksi sosial, seperti sebuah simfoni abadi yang tak pernah usai. Di tengah gemuruh tuntutan, mengintai di balik pintu-pintu kebijakan, adalah esensi dari kebebasan intelektual, sebuah kehendak yang melampaui sekadar kemauan individu.
Begitu sering terpaku pada dogma zaman, dunia kampus berputar di atas roda perdebatan, di mana peran mahasiswa, seorang pelopor kebenaran intelektual, terkadang terabai oleh struktur kekuasaan. Seakan dalam kesunyian, nyala semangat kritis terkubur, terperangkap dalam konformitas yang tak terucapkan. Demokrasi, bukanlah sekadar kata-kata indah, namun simfoni harmoni antara kekuasaan dan keterlibatan setiap jiwa intelektual yang haus akan pemahaman.
Namun, terbentang pula rentetan narasi kekisruhan yang menyimpan berbagai potret kehilangan makna intelektualitas. Pandangan yang membatasi interaksi, larangan atas kebebasan berekspresi, dan terpatri hukum-hukum tanpa daya ungkap bagi jiwa-jiwa yang haus akan perubahan dan kebenaran.
Dalam sangkar birokrasi, meluruhlah martabat mahasiswa sebagai agen perubahan. Kebebasan bernalar dan berkumpul menjadi sandera kepentingan segelintir penguasa ruang intelektual. Hilanglah ruang dialog yang subur, menghimpun berbagai persepsi, takdirnya kebenaran pun menguap dalam keterbatasan wacana.
Berkobarlah semangat memperjuangkan kesadaran akan pentingnya demokratisasi di kampus, sebuah perjuangan melawan kungkungan hukum yang membatasi kreativitas, mengekang kebebasan, dan merenggut hak akan suara intelektual. Dalam perjuangan inilah terbit harapan, sebuah cita-cita menjadikan kampus sebagai arena dialog yang inklusif, tempat tumbuh kembangnya kebenaran dalam perdebatan yang harmonis.
Demokrasi kampus adalah landasan tempat tumbuhnya kebenaran sejati, di mana setiap jiwa intelektual memiliki hak yang sama dalam menjalin keterlibatan dalam perumusan dan arah pendidikan. Ia adalah pilar kebebasan yang mengizinkan gerakan pengetahuan dan eksplorasi pikiran, bukan sekadar lembaran kebijakan yang memisahkan antara yang elit dan yang terpinggirkan.
Dalam esensi yang penuh makna, perjuangan membebaskan diri dari belenggu kekangan itu menggema sebagai panggilan jiwa, sebuah renungan dalam membangun pondasi kampus yang tidak hanya mengabdi pada kepentingan segelintir, tetapi mengemban misi mendidik jiwa-jiwa yang bebas berpikir, bercakap, dan bertindak.